Insight
Teknikal
Pemula
Fundamental
Psikologi Trading
Manajemen Risiko
Perencanaan Keuangan
Emtradepedia
premium-iconInsight

Ekonomi Dunia Diprediksi Akan Resesi, Ini Sejarah 5 Resesi Global Terakhir

30 Sep 2022, 14:37 WIB
Bagikan
whatsapp
Facebook
Twitter
linkedin
telegram
resesi global

Emtraders pasti sudah dengar kabar kan kalau Menteri Keuangan Sri Mulyani berkata ada potensi resesi dunia di tahun 2023? Hal ini dikarenakan banyaknya negara melakukan insentif fiskal dan moneter (seperti suku bunga rendah) saat pandemi Covid-19. Kini, setelah ekonomi mulai pulih perekonomian global malah terancam masuk ke jurang resesi.

Penyebabnya, normalisasi permintaan konsumsi global pasca pandemi Covid-19 yang tidak diimbangi dengan kecepatan pemulihan produksi sehingga mengerek harga komoditas menjadi tinggi. Belum lagi perang Rusia-Ukraina membuat supply komoditas terganggu sehingga harganya makin melambung dan akhirnya berdampak pada kenaikan inflasi secara global.

Sebagai langkah antisipasi tingginya inflasi, mayoritas bank sentral di dunia mulai kompak menaikkan suku bunga. Kenaikan ini menjadi tanda bahwa laju ekonomi akan sedikit terhambat, ditambah efek inflasi membuat harga-harga barang naik. Otomatis daya beli masyarakat pun lambat laun akan melemah.

Perkiraan resesi global tersebut tentu bukanlah yang pertama kali terjadi di dunia. Berikut adalah sejarah 5 resesi global dari tahun 1982-2020.

Apa itu Resesi Global?

Resesi global adalah situasi penurunan ekonomi yang berkepanjangan di seluruh dunia. Menurut IMF, resesi global baru bisa dikonfirmasi apabila produk domestik bruto (PDB) per kapita dunia turun. Penurunan ini harus dibarengi dengan melemahnya indikator makroekonomi lainnya, seperti perdagangan, arus modal, produksi industri, investasi per kapita, konsumsi per kapita, lapangan kerja, dan lain-lain.

Apa dampaknya? Ketika resesi terjadi, permintaan barang dan jasa mulai menurun dengan cepat. Akan tetapi produsen tidak langsung memperhatikan penurunan permintaan dan terus melakukan produksi yang menciptakan oversupply atau kelebihan pasokan pasar. Karena supply lebih besar daripada demand, harga pun cenderung turun. Selain itu resesi juga memicu penurunan kinerja perusahaan hingga meningkatnya angka pengangguran.

Baca juga: Nggak Usah Panik, Resesi adalah Bagian Siklus Bisnis, Begini Penjelasannya

Double-Dip Recession

Double-dip recession yang terjadi selama 16 bulan mulai Juli 1981 – November 1982 merupakan kelanjutan dari resesi pada tahun sebelumnya yang disebabkan oleh beberapa hal. Mulai dari kenaikan harga minyak pada 1979, pengetatan kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) dan negara maju lainnya, serta krisis utang Amerika Latin.

Kala itu ketua The Fed Paul Volcker secara dramatis memperlambat laju pertumbuhan jumlah uang beredar AS dengan menaikkan tingkat suku bunga acuannya guna meredam laju kenaikaninflasi. Resesi berlangsung hanya sekitar 6 bulan saja setelah suku bunga diturunkan.

Namun ternyata upaya The Fed tidak terlalu manjur, inflasi pun kembali meningkat dan membawa ekonomi dunia masuk ke double-dip recession. Pengangguran AS naik menjadi 10,8% pada akhir 1982. Adapun angka PDB AS turun sebesar 2,9%.

Baca juga: Duh Dunia Katanya Bisa Resesi Lagi, Investasi Apa yang Aman?

Perang Teluk

The gulf war recession atau yang dikenal sebagai resesi perang teluk terjadi pada Juli 1990 – Maret 1991. Seperti namanya, resesi ini salah satunya dipicu oleh perang teluk II tahun 1990 – 1991 yang berawal dari upaya invasi dan aneksasi Irak terhadap Kuwait. Akibatnya, harga minyak naik secara drastis karena kehancuran tambang minyak Kuwait.

Adapun sejumlah faktor lainnya yang memicu resesi di tahun tersebut. Contohnya di Eropa Timur dan Eropa Tengah serta negara-negara eks Uni Soviet mengalami lonjakan inflasi yang tinggi, sehingga menyulitkan mereka untuk bertransisi ke ekonomi pasar. Negara-negara Skandivania krisis perbankan, AS krisis kredit, dan Jepang menghadapi pecahnya gelembung harga aset.

Baca juga: Mengenal Hiperinflasi, ‘Hantu’ Ekonomi yang Ditakuti Dunia

Resesi Dot Com

Runtuhnya gelembung dot com menjadi penyebab terjadinya resesi pada Maret 2001 – November 2001. Dot com bubble adalah peristiwa di mana pasar AS mengelami booming industri teknologi yang kemudian membuat valuasi sahamnya menjadi terlalu tinggi.

Resesi berawal dari para investor yang berspekulasi bahwa masa depan industri tersebut sangat prospektif. Sehingga mereka tertarik untuk berinvestasi besar-besaran di perusahaan teknologi. Tingginya euforia membuat harga saham teknologi mampu mengungguli saham lainnya.

Sampai akhirnya mulai dianggap overvalue dan mengakibatkan panic selling secara masif dan harga saham turun signifikan. Alhasil sebagian besar perusahaan bangkrut.

Namun efek dari dot com bubble terhadapi perekonomian AS bisa dibilang cukup ringan. PDB AS turun 0,3% dan pengangguran hanya mencapai 5,5%.

Baca juga: Apa itu Dot Com Bubble? Peristiwa Runtuhnya Industri Startup

The Great Recession

The great recession Desember 2007 – Juni 2009 merupakan krisis terparah sepanjang sejarah perekonomian dunia sejak jatuhnya pasar saham pada tahun 1929. Berawal dari tahun 2004 hingga 2006 yang pada saat itu suku bunga acuan AS terus mengalami kenaikan dan mendorong peningkatan jumlah orang gagal bayar KPR (subprime mortgage). Industri hipotek pun ambruk pada tahun 2007.

Namun, permasalahan utamanya adalah AS terus memberikan pinjaman kepada orang yang sebenarnya tidak mampu bayar. Akibatnya terjadi peningkatan kebangkrutan yang memicu ambruknya sejumlah lembaga peminjam, seperti Lehman Brothers Holdings, bank investasi terbesar keempat di AS yang menyatakan pailit pada 15 September 2008 dengan total utang US$613 miliar kala itu.

Silang sengkarut industri perumahan AS akhirnya memicu krisis keuangan global. Harga minyak melonjak ke rekor tertinggi pada pertengahan 2008 dan kemudian jatuh menekan industri minyak AS. Indeks saham S&P 500 turun 57% di posisi terendah, sedangkan IHSG turun 60,73% dari level tertinggi Januari 2008 2.830 menjadi 1.111 ke level terendahnya di Oktober 2008.

Baca juga: Rupiah Melemah, Ini Dampaknya Terhadap Kinerja Emiten

Pandemi Covid-19

resesi global

Resesi pandemi covid-19 masuk ke dalam kategori resesi singkat dengan penurunan ekonomi yang cukup tajam. Berawal pada Maret 2020 di mana social distancing mulai diberlakukan yang mengakibatkan anjloknya lapangan kerja.

Di AS tingkat pengangguran naik dari 3,5% pada Februari 2020 menjadi 14,7% pada April 2020 tetapi kembali di bawah 4% pada akhir 2021. Quantitative easing oleh The Fed memperbesar neraca keuangan dari US$4,1 triliun pada Februari 2020 menjadi hampir US$9triliun pada akhir 2021.

Sementara itu di Indonesia mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi pada 2020 sebesar -2,07%. Deflasi terjadi karena Indeks Harga Konsumen (IHK) menurun serta meningkatnya pengangguran di tanah air. IHSG turun tajam dari 6300 ke 3900 dalam 3 bulan saja, yakni Januari - Maret 2020.

Baca juga: Dampak Kenaikan Suku Bunga BI Terhadap Saham

Di tengah ancaman ini, apa sih yang bisa kita lakukan supaya kondisi keuangan tetap stabil? Salah satu caranya adalah dengan berinvestasi di berbagai instrumen untuk diversifikasi aset agar terjaga dari risiko pasar. Tips untuk yang mau investasi saham bisa screening saham-saham yang valuasinya murah. Jangan hanya karena FOMO jadi beli saham yang overvalue.

Nah, supaya lebih mantap saat ambil keputusan investasi, yuk upgrade jadi VIP member untuk menikmati semua fitur Emtrade. Dengan menjadi VIP member, kamu bisa menikmati trading signal, referensi saham, konten edukasi, analisis, research report, tanya-jawab saham intensif, morning dan day briefing, dan seminar rutin setiap akhir pekan.

Klik di sini untuk upgrade menjadi VIP member Emtrade.

-RE-

emtrade.id/disclaimer

Setiap saham yang dibahas menjadi case study, edukasi, dan bukan sebagai perintah beli dan jual. Trading dan investasi saham mengandung risiko yang menjadi tanggung jawab pribadi. Emtrade tidak bertanggung jawab atas setiap risiko yang mungkin muncul.





Bagikan
whatsapp
Facebook
Twitter
linkedin
telegram
Artikel Lainnya
ArtikelInsight

Update Data Makro: Inflasi AS & China dan IKK Indonesia, Apa Implikasinya?

13 Mar 2024, 15:55 WIB
article
ArtikelInsight

Keluar dari MSCI, Indeks FTSE Siap Tampung CUAN

19 Feb 2024, 14:10 WIB
article
ArtikelInsight

Kembangkan Bisnis FTTH, ISAT Akuisisi Pelanggan MNC Play

21 Nov 2023, 12:01 WIB
article
ArtikelInsight

Adu Kinerja Marketing Sales Emiten Properti di Kuartal III/2023, Siapa Juaranya?

24 Okt 2023, 17:14 WIB
article
Video Populer
logo-emtrade

Aplikasi edukasi saham, bisa tanya jawab, dapat referensi saham, praktis, membuatmu bisa langsung praktek

Instagram
Youtube
Tiktok
Twitter
Facebook
Spotify
Telegram
Download Aplikasi
appstoreplaystore

Terdaftar dan Diawasi

logo-ojkIzin Usaha Penasihat Investasi : S-34/D.04/2022
kominfoTanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik Nomor :002568.01/DJAI.PSE/04/2022

© 2024, PT Emtrade Teknologi Finansial

Syarat & KetentutanKebijakan Privasi