Insight
Teknikal
Pemula
Fundamental
Psikologi Trading
Manajemen Risiko
Perencanaan Keuangan
Emtradepedia
premium-iconInsight

Gak Usah Panik Resesi! Indonesia Bisa Bertahan Kok, Begini Caranya

20 Okt 2022, 14:42 WIB
Bagikan
whatsapp
Facebook
Twitter
linkedin
telegram
banner-image

Belakangan ini semua yang dibahas serba resesi, resesi, dan resesi lagi. Pemberitaannya terus bergulir di internet, TV, atau media massa lainnya. Alhasil banyak yang mulai khawatir karena dibayangi oleh ketidakpastian ekonomi.

Di sisi lain, ekonomi Indonesia sebenarnya masih relatif kuat dan bisa bertahan dari kejatuhan yang diprediksi akan terjadi pada tahun 2023. Jadi sebelum berlarut-larut dalam kepanikan, yuk baca artikel ini dulu supaya bisa lebih tenang dan ambil langkah yang tepat untuk antisipasi.

Berikut adalah insight dari ekonom Chatib Basri yang disampaikan dalam acara Indonesia Knowledge Forum 2022 dari BCA.

Mengapa Ada Proyeksi Resesi 2023?

Pada kuartalII/2022 perekonomian dalam negeri tumbuh relatif kuat sekitar 5,4-5,5%. Namun, ekonomi Indonesia berpotensi mengalami perlambatan pada 2023, tetapi masih dalam pertumbuhan yang positif alias bukan resesi, yang diartikan mengalami pertumbuhan ekonomi negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Lalu, kalau ekonomi Indonesia masih kuat, kenapa ekonomi global disebut berada dalam jurang resesi pada 2023?


Dari data terbaru, tingkat inflasi inti AS [inflasi inti menghitung kenaikan harga barang dan jasa di luar pangan dan energi] naik menjadi 6,6% pada September 2022. Angka itu lebih tinggi dari ekspektasi pasar.Dengan situasi ini, kemungkinan The Fed dalam FOMC Meeting selanjutnya [pada November 2022] diproyeksikan secara agresif menaikkan suku bunga sebesar 75 bpsdi bulan November dan 50 bsp di bulan Desember.

Dengan kenaikan suku bunga acuan yang agresif itu, bukan tidak mungkin AS akan lebih dulu memasuki resesi. Dan ini sebetulnya adalah suatu hal yang wajar mengingat pasar tenaga kerja di AS saat ini sudah sangat ketat. 

Tingkat pengangguran ada di posisi 3,7% padahal normalnya itu sekitar 5%. Maka untuk bisa mengatasi inflasi di AS, dibutuhkan adanya resesi. Dalam arti pengangguran 10% selama setahun atau pengangguran 7,5% selama dua tahun.

Kemudian, upaya The Fed untuk menekan inflasi tidak akan langsung terlihat dampaknya saat itu juga, melainkan beberapa bulan ke depan. Masalahnya, ketika suku bunga naik terlalu agresif, ketika dampaknya mulai terlihat, bisa menekan laju pertumbuhan ekonomi AS cukup dalam hingga mengalami perlambatan. Jika AS sebagai pemain besar dalam ekonomi dunia melambat, otomatis kondisi ekonomi secara global juga mengalami perlambatan.

Untuk itu, negara yang memiliki kontribusi ekspor yang besar terhadap ekonominya bakal terdampak signifikan. Soalnya, ekonomi dunia itu saling terhubung satu sama lain, jika satu melambat, maka akan terdampak signifikan ke negara yang kontribusi ekspornya besar.

Baca juga: Tips Mengatur Portofolio Investasi Saat Ada Potensi Resesi

Dampaknya Terhadap Indonesia

Salah satu dampak terbesar jika ekonomi dunia mengalami resesi global adalah penurunan permintaan secara umum, termasuk komoditas. Artinya, Indonesia berpotensi tidak mencatatkan surplus neraca dagang setinggi pada 2022.

Beruntungnya, jika surplus neraca dagang melambat, bahkan defisit tipis pada 2023, efeknya ke ekonomi Indonesia tidak terlalu besar. Soalnya, kontribusi ekspor terhadap ekonomi Indonesia cuma 21 persen.

Namun, efeknya lebih kepada penurunan pendapatan negara dan juga penurunan pendapatan perusahaan. 

Ditambah, dengan agresifnya The Fed menaikkan suku bunga. Kini, selisih suku bunga The Fed dengan BI berada di posisi terendah sepanjang sejarah. Hasilnya, ada risiko arus modal keluar dari Indonesia yang membuat permintaan dolar AS bisa lebih tinggi dari rupiah. 

Kondisi itu membuat kurs rupiah menjadi fluktuatif. Akhirnya, BI tidak punya pilihan selain menaikkan suku bunga AS agar kurs rupiah lebih stabil. 

. Jika suku bunga BI naik secara agresif, maka investasi dan konsumsi berpotensiturun. Hasilnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia otomatis akan melambat.

Namun, seberapa besar potensi perlambatan ekonomi Indonesia? Sejauh ini, rata-rata proyeksi dari International Monetary Fund (IMF) dan Bank Indonesia memperkirakan ekonomi Indonesia masih mampu tumbuh 4,6% hingga 5,3%. Untuk IMF, mereka sempat revisi proyeksi ekonomi Indonesia dari 5,3% menjadi 5%.

Adapun, dengan kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 21%. Jika seluruh ekspor itu hilang, efeknya ke pertumbuhan ekonomi Indonesia cuma hingga maksimal turun 1% atau masih berada di kisaran 4%. Artinya, proyeksi ekonomi Indonesia di 2023 masih positif, meski perlambatan. 

Baca juga: Alasan Indonesia Bisa Terhindar dari Resesi 2023

Yang Bisa Kita Lakukan

Satu hal yang masih harus diperhatikan adalah efek dari pelemahan rupiah terjadi karena dolar menguat. Ada tiga alasan yang membuat dolar AS menguat tinggi saat ini, antara lain pertumbuhan AS masihlebih baik dari Eropa, AS merupakan net eksportir untuk energi dan komoditas, serta tingginya suku bunga di AS.

Ketiga hal tadi memiliki dampak terhadap perusahaan di luar AS, seperti di Indonesia, yang disebut sebagai balance sheet effect. Perusahaan yang punya utang dolar bebannya akan naik sedangkan investasinya turun. Atau kalau punya revenue rupiah tapi profitnya dolar, bisnisnya bisa jadi terpukul. Apabila kinerja perusahaan dan pemerintah terkontraksi, ekonomi akan melambat.

Dalam kondisi ini, satu-satunya tulang punggung yang bisa mengerek naik pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah konsumsi masyarakat. Apalagi, konsumsi masyarakat berkontribusi mencapai 54% terhadap ekonomi Indonesia. 

Untuk itu, cara terbaik agar ekonomi Indonesia bisa mengurangi dampak dari resesi global adalah menjaga konsumsi masyarakat. 

Chatib Basri bilang kalau ada pribahasa hemat pangkal kaya, nah dalam situasi ini pribahasanya bisa berubah menjadi belanja pangkal pulih [dalam artian pemulihan ekonomi]

Hal itu sudah dilakukan pemerintah lewat penyaluran bantuan langsung tunai atau bantuan sosial. Dengan begitu, daya beli masyarakat menengah ke bawah bisa tetap terjaga.

Adapun, untuk kalangan menengah ke atas bisa tetap menjaga konsumsi agar roda ekonomi tetap berputar. Dalam artian, konsumsi normal sewajarnya alias tidak mengurangi pengeluaran. Namun, tetap mengatur keuangan untuk tujuan finansial jangka panjang. 

Dalam kondisi begini, investor juga bisa mulai rebalancing portofolio melihat perkembangan pasar saat ini. 

Baca juga: Cash is The King, Kenapa Penting Saat Ada Risiko Perlambatan Ekonomi?

Caranya dengan mengevaluasi kembali portofolio dan strategi yang dipakai. Tujuannya untuk meminimalisir risiko supaya portofolio investasi bisa tetap tumbuh stabil di tengah-tengah isu resesi. Yuk, dapatkan banyak insight eksklusif dari Coach Emtrade yang akan bantu kamu ambil keputusan di market.


Upgrade jadi VIP member untuk menikmati semua fitur Emtrade. Dengan menjadi VIP member, kamu bisa menikmati trading signal, referensi saham, konten edukasi, analisis, research report, tanya-jawab saham intensif, morning dan day briefing, dan seminar rutin setiap akhir pekan.

Klik di sini untuk upgrade menjadi VIP member Emtrade.

-RE-

emtrade.id/disclaimer

Setiap saham yang dibahas menjadi case study, edukasi, dan bukan sebagai perintah beli dan jual. Trading dan investasi saham mengandung risiko yang menjadi tanggung jawab pribadi. Emtrade tidak bertanggung jawab atas setiap risiko yang mungkin muncul.





Bagikan
whatsapp
Facebook
Twitter
linkedin
telegram
Artikel Lainnya
ArtikelInsight

Inflasi Turun Jadi 2,57% di Januari 2024, Simak Dampaknya ke Saham

1 Feb 2024, 15:05 WIB
article
ArtikelInsight

Dampak Suku Bunga BI yang Ditahan Saat The Fed Masih Berpotensi Hawkish

22 Sep 2023, 16:01 WIB
article
ArtikelInsight

Dampak Ketentuan Suku Bunga LPR China ke Saham Indonesia

23 Agu 2023, 11:24 WIB
article
ArtikelInsight

Keruntuhan SVB: Apa yang Sebenarnya Terjadi dan Bagaimana Dampaknya ke Indonesia?

17 Mar 2023, 14:39 WIB
article
Video Populer
logo-emtrade

Aplikasi edukasi saham, bisa tanya jawab, dapat referensi saham, praktis, membuatmu bisa langsung praktek

Instagram
Youtube
Tiktok
Twitter
Facebook
Spotify
Download Aplikasi
appstoreplaystore

Terdaftar dan Diawasi

logo-ojkIzin Usaha Penasihat Investasi : S-34/D.04/2022
kominfoTanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik Nomor :002568.01/DJAI.PSE/04/2022

© 2024, PT Emtrade Teknologi Finansial

Syarat & KetentutanKebijakan Privasi