Mau Jadi Orang Kaya atau Orang yang “Terlihat” Kaya?
3 Agu 2022, 16:20 WIB
Bagikan
Loader Mau Jadi Orang Kaya atau Orang yang “Terlihat” Kaya?Mau Jadi Orang Kaya atau Orang yang “Terlihat” Kaya?Mau Jadi Orang Kaya atau Orang yang “Terlihat” Kaya?

Biasanya sebagian dari kita cenderung menilai kekayaan seseorang dari penampilan luar mereka. Ya, kita menilai dari apa yang kita lihat saja. Contohnya ada orang yang mengendarai mobil sport mewah, kita langsung berpikir, “Wah pasti dia orang kaya nih, duitnya banyak bisa beli mobil ini.” Namun sebenarnya kita juga tidak tahu apakah dia benar-benar membelanjakan uang tersebut sesuai dengan kemampuan atau justru di luar kemampuan alias dipaksakan.

Kita bisa lihat bagaimana penipu ulung Simon Leviev memikat banyak wanita dengan berpura-pura menjadi orang yang kaya-raya. Dalam series Netflix “The Tinder Swindler” sosok Leviev selalu lekat dengan barang-barang mewah. Mulai dari mobil Lamborghini, pakaian branded, pesawat pribadi, dan lain-lain. Padahal aslinya Leviev berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja.

Adapun Ronald Read, seorang petugas SPBU sekaligus montir yang hidup sederhana tapi punya harta sekitar US$6 juta atau Rp89 miliar tanpa banyak orang yang tahu. Selain berhemat, Read berupaya untuk konsisten menyisihkan sebagian gajinya untuk berinvestasi di saham-saham blue chip.

Nah, kalau kita perhatikan dari kedua cerita di atas, kekayaan itu sebenarnya tidak bisa dilihat. Punya barang mewah tidak serta-merta kaya. Nyatanya perilaku dan mindset lah yang akan mencerminkan kekayaan seseorang.

Kenapa Orang Suka Barang Mewah?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, barang mewah diartikan sebagai barang yang mahal harganya, bukan merupakan kebutuhan pokok, melainkan untuk kemegahan, kebanggaan, kecantikan, dan kesenangan. Lalu kenapa banyak orang yang rela merogoh kocek dalam-dalam demi membeli barang-barang mewah? Padahal bukan bagian dari kebutuhan mereka?

Sebuah penelitian psikologi menunjukkan bahwa keinginan akan status sosial menjadi faktor penting dalam pasar penjualan barang mewah. Itu artinya, konsumen ingin mendapatkan status yang lebih signifikan dibandingkan orang lain melalui barang tersebut terlepas dari kemampuannya secara finansial.


Orang yang rasional akan selalu bertindak sesuai dengan akal atau logika. Beli baju seharga Rp5 juta ketika punya harta senilai Rp100 miliar adalah hal yang wajar. Alasannya karena nilai dari barang tersebut jauh di bawah kemampuan finansial. Sayangnya seringkali sebagian orang bertindak secara tidak rasional, beli barang mewah dengan kondisi keuangan yang kurang memungkinkan. Ujung-ujungnya harus ngutang atau nyicil hanya untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain.

Kemudian dalam beberapa kasus, orang membeli barang mewah karena mereka ingin meningkatkan harga diri. Seringkali berkaitan dengan kelompok orang yang sebenarnya sulit mendapatkan akses ke berbagai barang mewah. Selain itu rasa pencapain juga menjadi faktor lain di mana orang-orang ingin menghargai kerja keras mereka dengan sesuatu yang biasanya tidak mereka miliki.

Intinya, punya barang mewah itu sebenarnya sah-sah saja. Selama uang yang dibelanjakan itu “below our means”. Artinya kita mampu beli tanpa “dipaksakan untuk mampu” karena uang yang dihasilkan nilainya jauh lebih besar daripada yang dibelanjakan.

Baca juga: Mengenal “Darvas Box”, Kotak Ajaib yang Mampu Hasilkan Profit Maksimal

Perbedaan Mindset Antara Orang Kaya dan Orang yang “Terlihat” Kaya

Orang kaya memiliki pola pikir di mana mereka melihat nilai uang dari perspektif investasi terlebih dahulu dan memahami opportunity cost (biaya peluang) dari setiap uang yang dikeluarkan. Singkatnya opportunity cost adalah biaya dari alternatif lain yang mungkin membawa lebih banyak keuntungan.

Orang yang benar-benar kaya fokusnya bukan ke hal-hal yang mereka konsumsi, melainkan nilai yang mereka dapatkan. Membelanjakan uang dengan bijak menjadi salah satu cara agar mereka tidak hanya menjadi kaya, tetapi juga tetap kaya. Mindsetnya hemat sekarang, belanja nanti.

Di sisi lain orang yang “terlihat” kaya justru sebaliknya. Mereka lebih mementingkan konsumsi tanpa memahami nilai uang majemuk di masa depan. Bahkan ilmuwan Albert Einsten pernah berkata bahwa orang yang mengerti compounding akan untung dan orang yang tidak mengerti compounding akan membayarnya (rugi). Jadi tidak heran kalau kelompok orang ini cenderung membelanjakan uang mereka sekarang dan baru menjadi hemat setelahnya.       

Baca juga: Loss Aversion Bias dan Pengaruhnya Terhadap Psikologi Investor

Rahasia Orang Kaya yang Jarang Orang Tahu

Banyak yang berpikir orang kaya hanya fokus mengumpulkan harta dan mengakumulasikan nilai kekayaannya saja. Jarang sekali yang sadar tentang bagaimana cara orang kaya mempertahankan kekayaan mereka.

Mungkin kalian sudah cukup familier dengan nama Warren Buffett. Selama ini Buffett mampu menjaga nilai kekayaan dan justru terus menambah harta yang dimiliki. Dia tidak berutang berlebihan, tidak panic selling selama 14 resesi yang dilalui sepanjang hidupnya, tidak mengikat diri ke satu strategi, satu pandangan dunia, atau satu tren yang sedang berlangsung, dan tidak merusak reputasi bisnisnya.

Mungkin kalian juga kenal dengan investor kawakan dunia lainnya yang akrab dengan Warren Buffett, yaitu Charlie Munger. Namun 40 tahun lalu ada anggota ketiga di kelompok itu, yakni Rick Guerin. Mereka bertiga berinvestasi dan mewawancarai manajer-manajer bisnis bersama. Sampai akhirnya kekayaan Guerin tertinggal jauh dari rekan-rekannya.

Warren Buffet berkata, “Charlie dan saya selalu tahu bahwa kami bakal jadi luar biasa kaya. Kami tidak buru-buru ingin kaya; kami tahu itu akan terjadi. Rick sama pintar dengan kami, tapi dia buru-buru.”

Yang terjadi adalah Rick Guerin dibebani utang margin saat terjadi penurunan pasar pada tahun 1973-1974. Bursa saham turun hampir 70% dalam dua tahun itu dan dia kehabisan uang. Kemudian dia jual saham Berkshire-nya ke Warren Buffett di bawah US$40 per saham yang pastinya menguntungkan bagi Buffett karena murah.

Mengutip buku The Psychology of Money ada beberapa pola pikir yang diterapkan orang kaya untuk menjaga kekayaan mereka:

  • Ingin untuk punya keuangan yang stabil, alih-alih return investasi yang besar. Jika sudah, maka akan lebih mudah untuk mendapatkan hasil besar dalam investasi karena bisa bertahan di market cukup lama, sehingga efek compounding memberi lebih banyak keuntungan.

  • Berencana itu penting tapi bagian terpenting tiap rencana adalah merencanakan rencana yang tidak berjalan sesuai rencana.

  • Optimis mengenai masa depan, tapi paranoid terhadap apa yang akan menghalangi dalam mendapatkan masa depan itu.

Baca juga: Rahasia Warren Buffett dalam Mengakumulasikan Kekaayaannya

Kalau kamu mau jadi orang kaya beneran, yuk mulai bijak dalam membelanjakan uang dan pastinya sisihkan pendapatan untuk investasi. 

Upgrade jadi VIP member untuk menikmati semua fitur Emtrade. Dengan menjadi VIP member, kamu bisa menikmati trading signal, referensi saham, konten edukasi, analisis, research report, tanya-jawab saham intensif, morning dan day briefing, dan seminar rutin setiap akhir pekan.

Klik di sini untuk upgrade menjadi VIP member Emtrade.

-RE-

Bagikan