9 Negara Terancam Resesi, Tapi Harga Sahamnya Melambung, Ada Indonesia
https://emtrade.id/blog/9045/9-negara-terancam-resesi-tapi-harga-sahamnya-melambung-ada-indonesia
Inflasi yang tinggi mulai menggerogoti ekonomi banyak negara.
Baru-baru ini Sri Lanka jadi korban. Inflasinya melesat 54,6% year-on-year/yoy
dan membuatnya bangkrut.
Nah… selain Sri Lanka ternyata ada 9 negara lain yang terancam
memiliki nasib seperti Sri Lanka. Menurut catatan Perserikatan Bangsa Bangsa
(PBB) kesembilan negara itu tersebar dari di Asia Tenggara, Asia, Afrika,
hingga Amerika Selatan.
Akan tetapi dari kesembilan negara tersebut harga sahamnya ada
yang melesat bahkan ketika tingkat inflasinya juga melonjak (joss!!!).
Lalu mana saja yang masuk daftar negara terancam collapse? Apakah ada Indonesia?
Berdasarkan laporan Crisis Response
Group, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut Afganistan, Argentina, Mesir,
Laos, Lebanon, Myanmar, Pakistan, Turki dan Zimbabwe menjadi negara yang
terancam mengalami kebangkrutan.
Kesembilan negara tersebut mengalami
laju inflasi yang melambung tinggi.
Namun, ada fenomena unik ketika
negara-negara tersebut memiliki kinerja bursa saham hingga saat ini yang
tinggi.
Indeks saham Zimbabwe misalnya
berhasil menguat 47,3% year-to-date
(ytd) sepanjang 2022. Kemudian Turki dan Argentina yang menguat masing-masing
29,6% dan 22,5%.
Berikut sekilas gambaran bagaimana kondisi kesembilan negara
tersebut:
Afganistan
Sekitar setengah dari 39 juta penduduk negara itu menghadapi
tingkat kerawanan pangan yang mengancam jiwa dan sebagian besar pegawai negeri,
termasuk dokter, perawat dan guru, tidak dibayar selama berbulan-bulan.
Argentina
Sekitar empat dari setiap 10 orang Argentina miskin bank
sentralnya kehabisan cadangan devisa karena mata uangnya
melemah. Inflasi diperkirakan akan melebihi 70% tahun ini.
Mesir
Negara pesekpakbola Mohammed Salah inflasinya melonjak hampir 15%
pada bulan April, menyebabkan kemiskinan terutama bagi hampir sepertiga dari
103 juta penduduknya yang hidup dalam kemiskinan.
Laos
Depresiasi 30% dalam mata uang Laos, kip, telah memperburuk
kesengsaraan itu. Kenaikan harga dan hilangnya pekerjaan karena pandemi
mengancam akan memperburuk kemiskinan.
Lebanon
Lebanon benar-benar terpuruk. Lombinasi beracun dari
keruntuhan mata uang, kekurangan, tingkat inflasi yang menghukum dan kelaparan
yang meningkat, antrian yang mengular untuk gas dan kelas menengah yang
hancur. Ditambah mengalami perang saudara yang panjang, pemulihannya
terhambat oleh disfungsi pemerintah dan serangan teror.
Pada akhir 2019 Mata uang mulai tenggelam dan Lebanon gagal
membayar kembali senilai sekitar US$90 miliar pada saat itu, atau 170% dari
PDB.
Myanmar
Pandemi dan ketidakstabilan politik telah melanda ekonomi
Myanmar, terutama setelah tentara merebut kekuasaan pada Februari
2021 dari pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi.
Ekonomi mengalami kontraksi sebesar 18% tahun lalu dan
diperkirakan hampir tidak tumbuh pada tahun 2022.
Pakistan
Melonjaknya harga minyak mentah mendorong kenaikan harga bahan
bakar yang pada gilirannya menaikkan biaya lain, mendorong inflasi ke lebih
dari 21%.
Sayangnya seperti Sri Lanka, Pakistan telah melakukan pembicaraan
mendesak dengan IMF, berharap untuk menghidupkan kembali paket bailout $6 miliar
yang ditunda setelah pemerintah Perdana Menteri Imran Khan digulingkan pada
bulan April.
Mata uang Pakistan, rupee, telah jatuh sekitar 30% terhadap dolar
AS pada tahun lalu.
Pada akhir Maret, cadangan devisa Pakistan telah turun menjadi
$13,5 miliar, setara dengan hanya dua bulan impor.
Turki
Memburuknya keuangan pemerintah dan defisit neraca perdagangan dan
modal yang meningkat telah memperparah masalah Turki dengan utang yang tinggi
dan meningkat, inflasi — lebih dari 60% — dan pengangguran yang tinggi.
Sementara utang luar negeri Turki adalah sekitar 54% dari PDB,
tingkat yang tidak berkelanjutan mengingat tingginya tingkat utang pemerintah.
Zimbabwe
Inflasi di Zimbabwe telah melonjak hingga lebih dari 130%, meningkatkan kekhawatiran negara tersebut dapat kembali ke hiperinflasi tahun 2008 yang mencapai 500 miliar persen dan menumpuk masalah pada ekonominya yang sudah rapuh.
Bagaimana
dengan Indonesia?
Berdasarkan survei Bloomberg,
Indonesia masuk ke dalam daftar 15 negara yang berisiko mengalami resesi. Indonesia
menempati urutan ke-14 dengan probabilitas 3%.
Menanggapi survei tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani
mengatakan Indonesia memiliki indikator ekonomi yang lebih baik.
"Indikator neraca pembayaran kita, APBN kita, ketahanan dari
GDP (produk domestik bruto), dan juga dari sisi korporasi maupun dari rumah
tangga, serta monetary policy kita relatif dalam situasi yang tadi
disebutkan risikonya 3%, dibandingkan negara lain yang potensi untuk bisa
mengalami resesi jauh di atas, yaitu di atas 70%," jelas Sri Mulyani dalam
konferensi pers di Bali, Rabu (13/07).
Upgrade jadi VIP member untuk menikmati semua fitur Emtrade. Dengan menjadi VIP member, kamu bisa menikmati konten edukasi, analisis, research report, tanya-jawab saham intensif, referensi saham, morning dan day briefing, cryptoclass, dan seminar rutin setiap akhir pekan.
Klik di sini untuk upgrade menjadi VIP member Emtrade.
-FR-
Setiap saham yang dibahas menjadi case study, edukasi, dan bukan sebagai perintah beli dan jual. Trading dan investasi saham mengandung risiko yang menjadi tanggung jawab pribadi. Emtrade tidak bertanggung jawab atas setiap risiko yang mungkin muncul.
https://emtrade.id/blog/9045/9-negara-terancam-resesi-tapi-harga-sahamnya-melambung-ada-indonesia
Tren Harga Batu Bara Lagi Naik, Sahamnya Ikutan Naik?
Holding Geothermal Bakal Segera Dibentuk, PGEO Jadi Induknya
Lagi Genjot Ekspansi, Saham Kesehatan Makin Bergairah di Tengah Isu Polusi?
Perancis Dorong Harga Batu Bara, Gimana Prospek Sahamnya?
Aplikasi edukasi saham, bisa tanya jawab, dapat referensi saham, praktis, membuatmu bisa langsung praktek
Terdaftar dan Diawasi
© 2023, PT Emtrade Teknologi Finansial