Alasan Trading dan Investasi Saham Wajib Pantau Kondisi Makroekonomi
https://emtrade.id/blog/7089/alasan-trading-dan-investasi-saham-wajib-pantau-kondisi-makroekonomi
Ingat awal oktober lalu? Ketika
IHSG naik 6,6% dalam 2 minggu, kenaikan tersebut di sebabkan faktor makro
ekonomi lhoo. Saat itu ekonomi China dilanda krisis energi yang cukup parah
sehingga mereka membutuhkan batubara yang lebih banyak dari biasanya, tentu
Indonesia menjadi salah satu yang diuntungkan karena kita adalah eksportir
batubara ke China terbesar. Atau ingat ketika IHSG turun lebih dari 37% pada
Januari 2020 lalu karena Covid-19, tentu pembahasan tersebut erat kaitannya
dengan analisis makro ekonomi.
Pentingnya analisis tersebut
membuat makro ekonomi menjadi poin pertama dalam top down analysis untuk memperkirakan arah gerak perekonomian.
Baca Juga: Top Down & Sectoral
Analysis
Apa itu Makroekonomi?
Makroekonomi merupakan analisa
atau study tentang fenomena perekonomian secara keseluruhan, tidak hanya di
pasar saham tetapi ekonomi secara umum baik global maupun nasional.
Ada beberapa fenomena makroekonomi
yang umum diperhatikan untuk mengetahui bagaimana kondisi ekonomi suatu negara,
seperti inflasi, indeks harga, GDP, pendapatan nasional, tingkat pengangguran,
suku bunga, yield obligasi, neraca dagang, PMI, retailsales, Current account,
dan lain-lain. Fenomena-fenomena tersebut saling berkaitan satu dengan lainnya
dan bergerak berdasarkan hal yang sama, yaitu transaksi dan kredit.
Baca Juga: Kenapa Bursa Global
Berpengaruh Ke IHSG
Perekonomian Bergerak Karena Adanya Transaksi & Kredit
Transaksi yang terjadi di pasar, membuat ekonomi berkerak linier karena ketika satu pihak melakukan pengeluaran, ada pihak yang menerima. Sedangkan ketika ditambahkan faktor kredit, maka ekonomi bergerak eksponensial karena kredit menjadi daya ungkit atau leverage bagi perekonomian dan di sisi lain menjadi risiko.
Debt Cycle
Pergerakan debt atau kredit memiliki siklus tersendiri yang setidaknya terbagi menjadi 2 siklus, dimana siklus tersebut mengabarkan perekonomian khususnya dari sisi utang.
1. Classic Deflationary Debt Cycle
Merupakan fase
dimana utang sebagai daya ungkit ekonomi mengalami penurunan signifikan karena kondisi
tertentu yang membuat pelaku pasar lebih selektif dalam leveraging ditengah ekonomi yang menurun.
Pada fase ini, penurunan suku bunga tidak lagi efektif menggairahkan pasar, restrukturisasi utang dimana-mana dan melebihi pendapatan masyarakat, serta kecenderungan pelaku pasar untuk menahan pengeluaran.
2. Classic Inflationary Debt Cycle
Terbalik dengan
deflationary, pada fase Inflationary Debt Cycle pelaku ekonomi cenderung lebih
agresif dalam leveraging sehingga
ekonomi cenderung heating up dengan
cenderung bergantung pada leverage dan
ada beberapa fenomena yang mengindikasi fase ini terjadi:
-
Negara banyak mengeluarkan dan membayar surat
utang dengan dollar
-
Terjadi kenaikan harga aset (ex: saham &
komoditas)
-
Capital
flow dari asing tinggi
-
Pengeluaran perekonomian tinggi
Terjadinya debt cycle tersebut memiliki sebuah ritme pergerakan yang dapat
terbaca dalam sebuah siklus ekonomi.
Siklus Ekonomi
Pada dasarnya, ekonomi bergerak
pada sebuah siklus dimana setidaknya terdapat 4 fase yang akan dilalui sebuah
perekonomian sebelum ia mengulang siklus tersebut. Early Cycle, Bubble, Top,
dan Depression. Dengan memahami pergerakan siklus ekonomi ini investor bisa
menilai kapan harus melakukan investasi dan kapan harus menarik uang mereka
dari bursa atau aset tertentu.
Tetapi perlu diketahui bahwa siklus ekonomi tersebut dapat terjadi pada time frame yang berbeda, 10 tahun, 5 tahun, atau bahkan 1 tahun.
Early Cycle
Fase ini merupakan fase ideal,
dimana kebijakan moneter cenderung suportif memberi keleluasaan kredit dengan
tingkat bunga yang relatif rendah sehingga sangat mendukung terjadinya
pertumbuhan ekonomi.
Terdapat beberapa ciri-ciri dari fase early cycle, seperti
- Pendapatan masyarakat yang lebih tinggi dari distribusi utang
- Utang beredar digunakan untuk aktivitas ekonomi yang produktif
- Beban utang kecil karena suku bunga rendah
- Perputaran ekonomi stabil
Bubble
Pada saat tertentu ekonomi yang terus tumbuh pada akhirnya akan mengalami overheat, kondisi inilah yang disebut dengan bubble. Terdapat beberapa indikator ketika bubble terjadi:
- Pertumbuhan utang lebih besar dari pada pertumbuhan pendapatan masyarakat,
- Pendapatan masyarakat tidak menutupi pengeluaran, sehingga sebagian besar pengeluaran dilakukan melalui utang
- Harga aset (ex: properti & saham) naik signifikan
- Indikator ekonomi seperti inflasi, GDP, dan distribusi utang naik signifikan
Pergerakan ekonomi pada fase
bubble didasari oleh euphoria pelaku pasar yang berlebihan, terlihat dari nilai
aset seperti saham yang diperdagangkan pada harga yang jauh diatas nilai
wajarnya.
Top
Hingga pada saatnya bubble yang
sebelumnya terjadi akan pecah ketika gap antara ekspektasi pelaku pasar dengan real economic dengan terlalu tinggi dan pelaku pasar mulai berfikir
realistis. Sehingga ekonomi mulai melambat karena pelaku ekonomi akan cenderung
mengurangi pembelian aset dan lebih realistis dalam mengambil keputusan
aktivitas ekonomi.
Depression/Recession
Depression dan Recession merupakan
2 hal yang berbeda, tetapi umumnya Depression
dikenal dengan resesi besar yang mengambarkan kondisi ekonomi yang melambat
selama 3 periode berturut-turut.
Pada fase ini kepercayaan investasi dan konsumen yang menurun menyebabkan ekonomi melambat menggambarkan beberapa kondisi:
- GDP konsisten tumbuh negatif
- Terjadi banyak gagal bayar utang
- Harga aset menurun
- Inflasi rendah bahkan deflasi
- Tingkat pengangguran naik
Bagaimana Pemerintah Mengendalikan Ekonomi?
Sebagai pemegang kendali paling
besar di sebuah negara, pemerintah memiliki andil yang cukup besar dalam mengendalikan
perekonomian negaranya. Pemerintah dapat mengarahkan perekonomian melalui
kebijakan dan regulasi.
Terdapat beberapa kebijakan yang
umum diambil pemerintah untuk mengendalikan ekonomi,
1.
Anggaran
Belanja Negara
Belanja
pemerintah menjadi salah satu kunci untuk menggerakkan ekonomi melalui proyek
ataupun stimulus yang dapat mendongkrak maupun menekan konsumsi masyarakat.
2.
Suku
Bunga
Pemerintah dapat
mengatur jumlah likuiditas yang beredar di pasar dengan mengatur jumlah uang
beredar melalui suku bunga. Jika ingin mengurangi likuiditas, pemerintah bisa
menaikkan suku bunga. Begitu juga sebaliknya.
3.
Restrukturisasi
Utang
Regulasi
restrukturisasi utang dapat menjadi penyelamat, terutama bagi korporasi yang
bisnisnya tertekan dan potensi terjadi gagal bayar. Dengan begitu, aktivitas
ekonomi akan terus terjaga meskipun kondisi keuangan struggle.
4. Wealth Distribution
Pemerintah juga
memiliki wewenang secara tidak langsung untuk distribusi kekayaan
masyarakatnya. ‘Mengambil’ dari orang kaya dan ‘memberikan’ kepada masyarakat
miskin dengan cara menaikkan pajak tertentu dan memberikan insentif atau
stimulus khusus pada kategori masyarakat tertentu.
-AVV-
Upgrade ke VIP user untuk menikmati fitur Emtrade. Dengan menjadi VIP user, kamu bisa menikmati konten edukasi, analisis, research report, tanya-jawab saham intensif, referensi saham, morning dan day briefing, cryptoclass, dan seminar rutin setiap akhir pekan
Klik di sini untuk upgrade VIP user Emtrade
https://emtrade.id/blog/7089/alasan-trading-dan-investasi-saham-wajib-pantau-kondisi-makroekonomi
Aplikasi edukasi saham, bisa tanya jawab, dapat referensi saham, praktis, membuatmu bisa langsung praktek
Terdaftar dan Diawasi
© 2023, PT Emtrade Teknologi Finansial