Insight
Teknikal
Pemula
Fundamental
Psikologi Trading
Manajemen Risiko
Perencanaan Keuangan
Emtradepedia
premium-iconFundamental

Alasan Trading dan Investasi Saham Wajib Pantau Kondisi Makroekonomi

17 Des 2021, 16:00 WIB
Bagikan
whatsapp
Facebook
Twitter
linkedin
telegram
banner-image

Ingat awal oktober lalu? Ketika IHSG naik 6,6% dalam 2 minggu, kenaikan tersebut di sebabkan faktor makro ekonomi lhoo. Saat itu ekonomi China dilanda krisis energi yang cukup parah sehingga mereka membutuhkan batubara yang lebih banyak dari biasanya, tentu Indonesia menjadi salah satu yang diuntungkan karena kita adalah eksportir batubara ke China terbesar. Atau ingat ketika IHSG turun lebih dari 37% pada Januari 2020 lalu karena Covid-19, tentu pembahasan tersebut erat kaitannya dengan analisis makro ekonomi.

Pentingnya analisis tersebut membuat makro ekonomi menjadi poin pertama dalam top down analysis untuk memperkirakan arah gerak perekonomian.

Baca Juga: Top Down & Sectoral Analysis

 

Apa itu Makroekonomi?

Makroekonomi merupakan analisa atau study tentang fenomena perekonomian secara keseluruhan, tidak hanya di pasar saham tetapi ekonomi secara umum baik global maupun nasional.

Ada beberapa fenomena makroekonomi yang umum diperhatikan untuk mengetahui bagaimana kondisi ekonomi suatu negara, seperti inflasi, indeks harga, GDP, pendapatan nasional, tingkat pengangguran, suku bunga, yield obligasi, neraca dagang, PMI, retailsales, Current account, dan lain-lain. Fenomena-fenomena tersebut saling berkaitan satu dengan lainnya dan bergerak berdasarkan hal yang sama, yaitu transaksi dan kredit.

Baca Juga: Kenapa Bursa Global Berpengaruh Ke IHSG

 

Perekonomian Bergerak Karena Adanya Transaksi & Kredit

Transaksi yang terjadi di pasar, membuat ekonomi berkerak linier karena ketika satu pihak melakukan pengeluaran, ada pihak yang menerima. Sedangkan ketika ditambahkan faktor kredit, maka ekonomi bergerak eksponensial karena kredit menjadi daya ungkit atau leverage bagi perekonomian dan di sisi lain menjadi risiko.

Debt Cycle

Pergerakan debt atau kredit memiliki siklus tersendiri yang setidaknya terbagi menjadi 2 siklus, dimana siklus tersebut mengabarkan perekonomian khususnya dari sisi utang.

  1.      Classic Deflationary Debt Cycle

Merupakan fase dimana utang sebagai daya ungkit ekonomi mengalami penurunan signifikan karena kondisi tertentu yang membuat pelaku pasar lebih selektif dalam leveraging ditengah ekonomi yang menurun.

Pada fase ini, penurunan suku bunga tidak lagi efektif menggairahkan pasar, restrukturisasi utang dimana-mana dan melebihi pendapatan masyarakat, serta kecenderungan pelaku pasar untuk menahan pengeluaran.

  2.     Classic Inflationary Debt Cycle

Terbalik dengan deflationary, pada fase Inflationary Debt Cycle pelaku ekonomi cenderung lebih agresif dalam leveraging sehingga ekonomi cenderung heating up dengan cenderung bergantung pada leverage dan ada beberapa fenomena yang mengindikasi fase ini terjadi:

-      Negara banyak mengeluarkan dan membayar surat utang dengan dollar

-      Terjadi kenaikan harga aset (ex: saham & komoditas)

-      Capital flow dari asing tinggi

-      Pengeluaran perekonomian tinggi

Terjadinya debt cycle tersebut memiliki sebuah ritme pergerakan yang dapat terbaca dalam sebuah siklus ekonomi.

 

Siklus Ekonomi

Pada dasarnya, ekonomi bergerak pada sebuah siklus dimana setidaknya terdapat 4 fase yang akan dilalui sebuah perekonomian sebelum ia mengulang siklus tersebut. Early Cycle, Bubble, Top, dan Depression. Dengan memahami pergerakan siklus ekonomi ini investor bisa menilai kapan harus melakukan investasi dan kapan harus menarik uang mereka dari bursa atau aset tertentu.

Tetapi perlu diketahui bahwa siklus ekonomi tersebut dapat terjadi pada time frame yang berbeda, 10 tahun, 5 tahun, atau bahkan 1 tahun.

Early Cycle

Fase ini merupakan fase ideal, dimana kebijakan moneter cenderung suportif memberi keleluasaan kredit dengan tingkat bunga yang relatif rendah sehingga sangat mendukung terjadinya pertumbuhan ekonomi.

Terdapat beberapa ciri-ciri dari fase early cycle, seperti

  -      Pendapatan masyarakat yang lebih tinggi dari distribusi utang

  -      Utang beredar digunakan untuk aktivitas ekonomi yang produktif

  -      Beban utang kecil karena suku bunga rendah

  -      Perputaran ekonomi stabil

Bubble

Pada saat tertentu ekonomi yang terus tumbuh pada akhirnya akan mengalami overheat, kondisi inilah yang disebut dengan bubble. Terdapat beberapa indikator ketika bubble terjadi:

  - Pertumbuhan utang lebih besar dari pada pertumbuhan pendapatan masyarakat,

 - Pendapatan masyarakat tidak menutupi pengeluaran, sehingga sebagian besar pengeluaran dilakukan melalui utang

  -      Harga aset (ex: properti & saham) naik signifikan

  -      Indikator ekonomi seperti inflasi, GDP, dan distribusi utang naik signifikan

Pergerakan ekonomi pada fase bubble didasari oleh euphoria pelaku pasar yang berlebihan, terlihat dari nilai aset seperti saham yang diperdagangkan pada harga yang jauh diatas nilai wajarnya.

Top

Hingga pada saatnya bubble yang sebelumnya terjadi akan pecah ketika gap antara ekspektasi pelaku pasar dengan real economic dengan terlalu tinggi dan pelaku pasar mulai berfikir realistis. Sehingga ekonomi mulai melambat karena pelaku ekonomi akan cenderung mengurangi pembelian aset dan lebih realistis dalam mengambil keputusan aktivitas ekonomi.

Depression/Recession

Depression dan Recession merupakan 2 hal yang berbeda, tetapi umumnya Depression dikenal dengan resesi besar yang mengambarkan kondisi ekonomi yang melambat selama 3 periode berturut-turut.

Pada fase ini kepercayaan investasi dan konsumen yang menurun menyebabkan ekonomi melambat menggambarkan beberapa kondisi:

  -      GDP konsisten tumbuh negatif

  -      Terjadi banyak gagal bayar utang

  -      Harga aset menurun

  -      Inflasi rendah bahkan deflasi

  -      Tingkat pengangguran naik

 

Bagaimana Pemerintah Mengendalikan Ekonomi?

Sebagai pemegang kendali paling besar di sebuah negara, pemerintah memiliki andil yang cukup besar dalam mengendalikan perekonomian negaranya. Pemerintah dapat mengarahkan perekonomian melalui kebijakan dan regulasi.

Terdapat beberapa kebijakan yang umum diambil pemerintah untuk mengendalikan ekonomi,

1.      Anggaran Belanja Negara

Belanja pemerintah menjadi salah satu kunci untuk menggerakkan ekonomi melalui proyek ataupun stimulus yang dapat mendongkrak maupun menekan konsumsi masyarakat.

2.     Suku Bunga

Pemerintah dapat mengatur jumlah likuiditas yang beredar di pasar dengan mengatur jumlah uang beredar melalui suku bunga. Jika ingin mengurangi likuiditas, pemerintah bisa menaikkan suku bunga. Begitu juga sebaliknya.

3.     Restrukturisasi Utang

Regulasi restrukturisasi utang dapat menjadi penyelamat, terutama bagi korporasi yang bisnisnya tertekan dan potensi terjadi gagal bayar. Dengan begitu, aktivitas ekonomi akan terus terjaga meskipun kondisi keuangan struggle.

4.    Wealth Distribution

Pemerintah juga memiliki wewenang secara tidak langsung untuk distribusi kekayaan masyarakatnya. ‘Mengambil’ dari orang kaya dan ‘memberikan’ kepada masyarakat miskin dengan cara menaikkan pajak tertentu dan memberikan insentif atau stimulus khusus pada kategori masyarakat tertentu.

 

-AVV-

Upgrade ke VIP user untuk menikmati fitur Emtrade. Dengan menjadi VIP user, kamu bisa menikmati konten edukasi, analisis, research report, tanya-jawab saham intensif, referensi saham, morning dan day briefing, cryptoclass, dan seminar rutin setiap akhir pekan


Klik di sini untuk upgrade VIP user Emtrade


emtrade.id/disclaimer




Bagikan
whatsapp
Facebook
Twitter
linkedin
telegram
Artikel Lainnya
Video Populer
logo-emtrade

Aplikasi edukasi saham, bisa tanya jawab, dapat referensi saham, praktis, membuatmu bisa langsung praktek

Instagram
Youtube
Tiktok
Twitter
Facebook
Spotify
Download Aplikasi
appstoreplaystore

Terdaftar dan Diawasi

logo-ojkIzin Usaha Penasihat Investasi : S-34/D.04/2022
kominfoTanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik Nomor :002568.01/DJAI.PSE/04/2022

© 2024, PT Emtrade Teknologi Finansial

Syarat & KetentutanKebijakan Privasi