Akankah BUKA To The Moon?
https://emtrade.id/blog/5742/akankah-buka-to-the-moon
Bukalapak resmi IPO di Indonesia dan
besok (6/8) akan siap melantai di bursa dengan kode saham BUKA. Belakangan ini
market kita juga sedang hype terkait teknologi jadi dengan IPO BUKA ini juga
turut meramaikan trend teknologi.
IPO Bukalapak ini banyak diminati
oleh pelaku pasar bahkan katanya sampai oversubscribe. Namun banyak yang bilang
juga kalau BUKA valuasinya sudah mahal lalu katanya Bukalapak tidak seramai
e-commerce lain dan jarang yang pakai aplikasi Bukalapak. Apakah itu benar?
Apakah nanti ketika listing harganya bakal dibanting oleh bandar? Mari kita
kita ulas disini
Seberapa
Mahal kah BUKA?
Berbicara mengenai valuasi
sebenarnya ada banyak cara yang bisa dipakai, metrik valuasi yang cocok untuk
BUKA adalah menggunakan EV/Gross Profit.
Sebelumnya kita ketahui dulu EV itu apa?
EV atau Enterprise Value merupakan
suatu ukuran nilai total dari sebuah perusahaan. EV lebih detail dalam
menunjukkan nilai sebenarnya dari suatu perusahaan dibandingkan dengan
kapitalisasi pasar yang cenderung berfluktuasi mengikuti harga pasar.
Baca juga : Cara Hitung EV to Sales
Kemudian, banyak juga yang bilang
kalau mau melakukan valuasi di e-commerce pakainya EV/GMV, lalu kenapa BUKA ini
paling cocok menggunakan atau EV/Gross Profit bukannya EV/GMV ?
Kalau di Bukalapak GMV (Gross
Merchandise Value) ini menghitung total transaksi kotor. Mengapa transaksi
kotor? karena transaksi yang batal setelah checkout dari keranjang masih tetap
terhitung di total transaksi.
Perlu kita ketahui, selisih antara
GMV dengan transaksi yang benar-benar terjadi (sudah dibayar) di Indonesia bisa
mencapai 30%. Maka dari itu penggunaan GMV kurang relevan di pakai untuk
valuasi Bukalapak, karena secara pencatatan akutansi pun, BUKA menggunakan
benchmark TPV dibandingkan dengan GMV
Dibandingkan berbicara mengenai top line, bagaimana kalau kita melihat penggunaan EV/Gross Profit yang juga dipakai oleh berbagai e-commerce di belahan dunia lain. Dengan menggunakan Gross Profit sudah memperhitungkan beban penjualan jadi lebih fair untuk menghitung valuasinya dan membandingkannya dengan kompetitor di sektor sejenis. Bisa kita lihat dibawah ini ada perbandingan EV/Gross Profit Bukalapak dengan peersnya :
Perbandingan
EV/Gross Profit
Sebagai catatan Jumia adalah
eCommerce asal Inggris dan MercadoLibre e-Commerce asal Argentina yang tentunya
secara perekonomian kondisinya lebih baik dibanding Emerging market seperti
Indonesia, Jadi kalau kita lihat perbandingannya Sea Ltd, dan Shopify nilai
EV/Gross Profit Bukalapak masih jauh dibawahnya yang artinya dibanding peersnya
Bukalapak masih cukup murah. Apalagi melihat potensi E-Commerce Indonesia yang
sedang mulai merangkak naik, potensi pertumbuhan di Indonesia masih cukup besar
dibandingkan dengan negara-negara di barat yang sudah lebih mature
dibandingkan Indonesia.
Disisi lain, pihak Bukalapak sendiri
menggunakan EV/TPV untuk melakukan valuasi. TPV (Total Processing Value)
merupakan total transaksi yang benar-benar terjadi. Melihat dari tabel dibawah
ini nilai EV/TPV tahun 2020 lebih tendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Artinya secara valuasi EV/TPV Bukalapak sudah cukup murah.
Bukalapak Financial Highlight
Selain itu, melihat dari segmen bisnis Bukalapak yang berkontribusi ke TPV masih didominasi oleh segmen Marketplace, dan kalau kita lihat seperti grafik dibawah ini TPV dari segmen marketplace dan mitra selama 3 tahun ke belakang selalu meningkat. Peningkatan ini berpotensi akan meningkatkan revenue, karena revenue Bukalapak diperoleh dari komisi (take rate) dari setiap transaksi yang terjadi.
Bukalapak Total Processing Value (TPV) (IDR Bn)
Source : Company ; Sucor Research
Kamu Tidak Pakai Bukalapak? Bukan Berarti Bukalapak tidak dipakai pelosok Indonesia lainnya.
Karena banyak yang bilang jarang
memakai aplikasi bukalapak, sebenarnya nanti prospeknya bagaimana? Jika anda
merasa jarang atau tidak pakai aplikasi Bukalapak, berarti anda bukanlah target
market dari Bukalapak.
Hal ini tidak lepas dari target
market Bukalapak yang fokus pada area non tier-I alias non kota besar. Pasalnya
Bukalapak melihat peluang besar yang belum terlalu ‘dijamah’ oleh e-commerce
lainnya. Terlebih bisnis Bukalapak e-warung yang jadi salah satu backbone pendapatan Bukalapak.
Dari tabel di atas bisa dilihat
bahwa kontribusi TPV Bukalapak dari non-Tier 1 mencapai 70% pada 2020. Artinya
memang target market Bukalapak adalah area non-Tier 1.
Non-Tier-1 berarti daerah diluar
Tier-1, termasuk daerah di sekitar kota Tier-1, kota-kota kecil dan pedesaan.
Area tier-1 Yaitu DKI Jakarta (tidak termasuk Kepulauan Seribu), Kota Bandung,
Kabupaten Bandung dan Bandung Barat, Kota Semarang dan Kabupaten Semarang, Kota
Surabaya, dan Kota Medan.
Kita perlu mengetahui juga bahwa
dalam bisnis perlu adanya target market yang sesuai. Memang persaingan bisnis
juga masih tinggi, namun Bukalapak memiliki keunggulan di beberapa aspek salah
satunya melalui Mitra Bukalapak yang membantu UMKM bertransformasi secara
digital.
Program Mitra Bukalapak merupakan
penggerak pertama di dunia pemain e-Warung O2O terbesar dengan total 39% pangsa
pasar dan 6,9 juta Mitra terdaftar dan berkontribusi lebih dari 27% dari TPV
(Total Processing Value) tahun 2020. Hal ini juga tercermin peningkatan
pendapatan mencapai 300% dengan 30% dari
total pendapatan berasal dari Program Mitra.
ARB atau ARA Ketika Listing?
Selama proses IPO ini Bukalapak
telah mencatatkan 95.000 investor yang bergabung dalam pembelian sahamnya, dan
dari total ini terbagi menjadi 2 golongan yang sahamnya di lock dan yang tidak.
Dari total 55 shareholder Bukalapak pun ada 33 yang secara resmi mengunci saham
IPO Bukalapak selama 8 bulan, seperti EMTK, GIC. Sebagian investor lock up 90%
dari kepemilkan saham mereka, sehingga kalau dihitung dari jumlah saham
Bukalapak menjadi 95% yang mengunci sahamnya selama 8 bulan, dan sisanya 5%
tidak dikunci.
Jadi, kemungkinan saham Bukalapak dibanting
ini kecil mengingat likuiditasnya yang akan tetap terjaga selama 8 bulan ke
depan. Selain itu, Bukalapak juga mencatatkan peminat dari retail yang luar
biasa sampai sahamnya oversubscribe dan dihargai di rentang harga atas
penawarannya yaitu Rp850/lembar saham.
Selain itu, berdasarkan informasi
dari Emiten, pembeli saham BUKA adalah asing yang kebanyakan adalah Sovereign
Wealth Fund dan Long Term Investor (BPJS
nya negara-negara barat serta fund yang spesialisasi di longer term
investment). Untuk hedge fund sendiri, fund yang suka trading porsinya sangat
kecil. Jadi keliatannya, banyak investor yang akan memegang saham BUKA. Ingat
GoTo belum tentu IPO di akhir tahun, jadinya room BUKA bertumbuh dalam konteks
share price masih cukup besar. Apalagi hari ini, PDB Indonesia bertumbuh 7,07%
dan ekonomi digital akan terus bertumbuh walaupun PPKM nanti dilonggarkan.
Peminat Membludak, IPO Bukalapak Oversubscribe
IPO Bukalapak juga menggunakan
penjatahan dengan sistem pooling. Tingginya minat membeli saham Bukalapak,
dengan sistem membuat saham ini oversubscribe hingga 8,7x , dan secara
keseluruhan (termasuk institusi) oversubscribe hingga 4,7x.
Menurut aturan OJK jika suatu saham oversubscribe lebih dari 2.5x hingga 10x
maka alokasi untuk penjatahan terpusat ditingkatkan menjadi sebesar 5% (lima
persen) dari jumlah saham yang ditawarkan. Sehingga jatah untuk investor yang
mengikuti pooling lebih banyak dibanding penawaran awal yang hanya 2.5%.
Baca juga : Penawaran Umum IPO Bukalapak Dimulai Hari Ini
Berdasarkan
valuasi tersebut, semestinya BUKA masih menarik untuk dipertimbangkan, karena
IPO yang sangat bombastis ini akan mengkerek
market cap Indonesia. Di lain hal, PDB Indonesia yang bagus pada hari ini akan
mendorong sentiment positif terhadap BUKA Ketika hari pertama perdagangan
besok.
https://emtrade.id/blog/5742/akankah-buka-to-the-moon
Aplikasi edukasi saham, bisa tanya jawab, dapat referensi saham, praktis, membuatmu bisa langsung praktek
Terdaftar dan Diawasi
© 2023, PT Emtrade Teknologi Finansial