Insight
Teknikal
Pemula
Fundamental
Psikologi Trading
Manajemen Risiko
Perencanaan Keuangan
Emtradepedia
premium-iconInsight

Ini Deretan Emiten yang Berpotensi Rugi Saat Rupiah Lesu

22 Jun 2024, 08:40 WIB
Bagikan s
whatsapp
Facebook
Twitter
linkedin
telegram
saham yang dirugikan saat rupiah melemah

Selama satu pekan terakhir nilai tukar rupiah terpantau terus mengalami pelemahan meski pada perdagangan Kamis (05/10) ditutup naik 0,10% ke level Rp15.618 per dolar AS. Hari ini (06/10) pun rupiah dibuka turun tipis 0,02% ke level Rp15.621 per dolar AS pada pukul 09.15 WIB.

Penyebab Pelemahan Rupiah

Sikap hawkish The Fed memberikan tekanan terhadap rupiah karena suku bunga AS berpotensi mengalami kenaikan sebesar 25 basis poin di sisa tahun 2023. Adapun imbal hasil obligasi Indonesia tenor 10 tahun naik di angka 7,2%, berada di posisi tertinggi sejak November 2022 atau 10 bulan terakhir. 

Hal ini sejalan dengan ekspektasi pelaku pasar ketika suku bunga naik, maka yield obligasi dinilai lebih menarik dibandingkan dengan pasar saham karena instrumen obligasi dinilai lebih aman ketika terjadi gejolak kenaikan suku bunga.

Selain itu pelemahan rupiah hari ini seiring dengan penantian rilis data tenaga kerja AS Non Farm Payrolls (NFP) bulan September pada malam ini. Data tersebut biasanya menjadi perhatian para pelaku pasar keuangan global, karena data ini menunjukkan gambaran tenaga kerja AS versi pemerintah yang bisa memengaruhi kebijakan The Fed.

Menurut prediksi konsensus, data NFP akan bertambah sebanyak 170.000 pekerjaan. Angka itu turun dari 187.000 pada bulan Agustus, menandai bulan keempat berturut-turut dengan perolehan lapangan kerja yang turun di bawah angka 200.000.

Baca juga: Rupiah Melemah, Emiten Apa Saja yang Diuntungkan?

Deretan Emiten yang Berpotensi Rugi

Farmasi

Sektor farmasi merupakan salah satu sektor yang sangat rentan terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa lebih dari 50% bahan baku yang digunakan oleh perusahaan farmasi masih harus diimpor. 


Sehingga pelemahan rupiah bisa menambah beban perusahaan dari segi bahan baku yang lebih mahal. Margin pun bisa ikut tertekan.


Namun, saat ini farmasi ada katalis positif dari cuaca buruk El NiNo. Di mana, hal ini berpotensi mendorong peningkatan orang sakit yang berhubungan dengan pernafasan (sakit tenggorokan, batuk, flu). Pada akhirnya akan meningkatkan permintaan obat-obatan.


Baca juga: Risiko Fluktuasi Kurs Rupiah, Begini yang Harus Dilakukan Investor

Besi dan Baja

Perusahaan yang beroperasi di sektor besi dan baja juga rentan terhadap dampak pelemahan rupiah. Sebagian besar bahan baku yang digunakan dalam industri besi dan baja harus diimpor, dan pelemahan rupiah dapat membuat biaya impor semakin tinggi. Ini bisa mengurangi profitabilitas perusahaan, terutama jika harga jual produk tetap stabil.

Konsumer

Sektor konsumer berdampak negatif terhadap fluktuasi nilai tukar karena volume impor yang signifikan yang harus mereka tanggung. Selain itu, harga gandum di pasar dunia yang meningkat akibat konflik Rusia-Ukraina dapat memberikan tekanan tambahan pada kinerja keuangan perusahaan-perusahaan tersebut.


Penting untuk dicatat bahwa Indonesia adalah negara dengan iklim tropis, sehingga tidak dapat menghasilkan gandum secara optimal. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengimpor gandum dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan roti, mie instan, dan produk pangan karbohidrat lainnya.


Beberapa perusahaan yang memiliki keterkaitan dengan penggunaan gandum sebagai bahan baku produksi adalah PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), produsen mie instan Indomie PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), dan PT Mayora Indah Tbk (MYOR) dengan produk unggulan seperti roti dan mie instan.


Di sisi lain, sektor consumer goods punya sentimen yang mungkin akan mendukung kinerjanya, seperti turunnya inflasi dan pemilu.


Baca juga: Ada Sentimen Inflasi Turun dan Pemilu, Sektor Consumer Goods Bakal Bersinar?

Konstruksi

Selanjutnya ada sektor konstruksi yang terdampak negatif dalam beberapa aspek. Pertama, biaya bahan bangunan menjadi lebih tinggi karena banyak bahan seperti baja, semen, dan peralatan konstruksi harus diimpor atau terkait dengan harga komoditas global. Dengan pelemahan rupiah, biaya impor bahan bangunan ini cenderung meningkat, yang pada gilirannya dapat mengakibatkan kenaikan biaya keseluruhan proyek konstruksi.


Hal tersebut tidak hanya memengaruhi profitabilitas perusahaan konstruksi, tetapi juga membuat proyek-proyek menjadi lebih mahal bagi pihak yang membelinya, termasuk pemerintah dan sektor swasta.


Tidak hanya itu, pelemahan rupiah dapat membatasi kemampuan pemerintah untuk mendanai proyek infrastruktur besar-besaran, yang biasanya menjadi salah satu penggerak utama di sektor konstruksi. Alhasil, ini dapat menghambat pertumbuhan sektor konstruksi secara keseluruhan.

Emiten dengan Utang Dolar

Nilai tukar rupiah yang lesu juga menjadi faktor negatif perusahaan-perusahaan yang memiliki utang yang utamanya berdenominasi dalam mata uang dolar AS. Hal ini tidak hanya mencakup satu spesifik sektor, tapi bisa jadi banyak sektor.


Sebab itu berarti nilai pokok utang dan bunganya akan meningkat secara otomatis. Akibatnya, perusahaan akan mengalami penurunan pendapatan karena kerugian kurs yang terjadi.


Dalam jangka panjang, situasi ini dapat berdampak pada peningkatan beban keuangan, penurunan laba bersih, dan pada akhirnya bisa menekan nilai saham perusahaan. Hal ini dapat mendorong investor untuk mencari alternatif investasi di perusahaan lain yang lebih menguntungkan.


Dari sektor consumer goods contohnya ada ICBP yang punya utang obligasi berdenominasi dalam dolar AS, yang jika dihitung dalam rupiah mencapai Rp41,32 triliun. Selain itu, terdapat utang usaha ICBP dalam dolar AS senilai US$13,5 juta atau setara dengan Rp203 miliar, utang bukan usaha dalam dolar AS senilai US$13,97 juta atau sekitar Rp210 miliar, dan utang jangka panjang dalam dolar AS senilai US$2,75 miliar atau setara dengan Rp41,32 triliun.


MYOR juga memiliki sebagian utang dalam dolar AS. Menurut laporan keuangan semester I/2023,  utang usaha MYOR yang berdenominasi dalam dolar AS, yang jika dihitung dalam rupiah, mencapai Rp2,66 miliar.


Selain itu sejumlah perusahaan di sektor telekomunikasi, seperti PT XL Axiata Tbk (EXCL), dikenal melakukan pembelian dalam mata uang dolar AS atau impor barang untuk mendukung operasional mereka. Pasalnya, pendapatan utama perusahaan dalam mata uang rupiah, sementara pengeluaran modal utama mereka dalam mata uang dolar AS. 


Pada semester I/2023 EXCL melakukan pembelian guna memperluas jaringan, dengan total nilai sekitar US$325,8 juta atau setara dengan Rp4,89 triliun.


Hal yang serupa juga berlaku untuk PT Indosat Tbk (ISAT) yang memiliki komitmen kontraktual terkait pembelian barang modal, termasuk peralatan telekomunikasi dan jasa terkait, senilai US$3.990 dan Rp9,61 triliun. Jumlah barang dan jasa yang belum diterima mencapai US$2.586 dan Rp5,06 triliun. 

 

Adapun PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), yang punya utang usaha dalam valuta asing, termasuk dolar AS, pada laporan keuangan per 30 Juni 2023, dengan nilai mencapai Rp2,15 triliun.


Dan masih banyak lagi seperti beberapa emiten di sektor properti dan otomotif.


Baca juga: Rupiah Melemah, Ini Dampaknya Terhadap Kinerja Emiten


Lalu, saham apa yang menarik untuk buy saat rupiah melemah? Bagaimana strateginya? Upgrade jadi VIP member untuk menikmati semua fitur Emtrade. Dengan menjadi VIP member, kamu bisa menikmati trading signal, referensi saham, konten edukasi, analisis, research report, tanya-jawab saham intensif, morning dan day briefing, dan seminar rutin setiap akhir pekan.

Klik di sini untuk upgrade menjadi VIP member Emtrade.

-RE-

emtrade.id/disclaimer

Setiap saham yang dibahas menjadi case study, edukasi, dan bukan sebagai perintah beli dan jual. Trading dan investasi saham mengandung risiko yang menjadi tanggung jawab pribadi. Emtrade tidak bertanggung jawab atas setiap risiko yang mungkin muncul.



Bagikan s
whatsapp
Facebook
Twitter
linkedin
telegram
Artikel Lainnya
ArtikelInsight

Jelang Lebaran, Gimana Potensi dan Kinerja Emiten Poultry Secara Historis?

4 Apr 2024, 11:55 WIB
article
ArtikelInsight

HRUM Makin Fokus ke Nikel, Diproyeksikan Bisa Dorong Laba Bersih Naik 33% di 2024

27 Mar 2024, 13:44 WIB
article
ArtikelInsight

BEI Terapkan Mekanisme Full Call Auction, Simak Dampaknya ke Investor

26 Mar 2024, 12:18 WIB
article
ArtikelInsight

ADRO Punya Proyek EBT Jumbo, Begini Prospeknya

22 Mar 2024, 13:35 WIB
article
Video Populer
logo-emtrade

Aplikasi edukasi saham, bisa tanya jawab, dapat referensi saham, praktis, membuatmu bisa langsung praktek

Instagram
Youtube
Tiktok
Twitter
Facebook
Spotify
Download Aplikasi
appstoreplaystore

Terdaftar dan Diawasi

logo-ojkIzin Usaha Penasihat Investasi : S-34/D.04/2022
kominfoTanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik Nomor :002568.01/DJAI.PSE/04/2022

© 2024, PT Emtrade Teknologi Finansial

Syarat & KetentutanKebijakan Privasi