Insight
Teknikal
Pemula
Fundamental
Psikologi Trading
Manajemen Risiko
Perencanaan Keuangan
Emtradepedia
premium-iconInsight

Bedah Sektor Perbankan, Lebih Menarik Konvensional atau Digital?

5 Nov 2022, 13:22 WIB
Bagikan
whatsapp
Facebook
Twitter
linkedin
telegram
banner-image

Sektor perbankan terutama big bank menjadi sektor pertama yang akan lebih dulu bangkit setelah terjadi crash. Hal ini bahkan telah terbukti secara historis. Saat ini empat bank besar seperti BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI sudah naik tinggi. Sedangkan bank digital yang sebelumnya turun dalam mulai memnunjukkan tanda-tanda akumulasi secara teknikal.

Pertanyaannya, bagaimana nasib perbankan digital dan konvensional lainnya yang bukan termasuk big caps? Jika dibandingkan, mana yang lebih menarik, digital atau konvensional? Berikut ulasannya.

Mengapa Saham Perbankan Menarik?

Dengan kondisi ekonomi yang sedikit melambat seperti angka inflasi yang naik dan nilai tukar rupiah melemah, mengapa sektor perbankan dinilai menarik?

Sektor perbankan merupakan bumper dari IHSG lantaran bobot kontribusinya terhadap indeks acuan mencapai 25,75%, lebih dominan jika dibandingkan dengan sektor lain. Di mana apabila IHSG naik, sektor perbankan cenderung akan ikut naik. 

Selain itu sektor ini juga menjadi sektor yang paling dilirik oleh investor asing. Kita bisa lihat melalui indeks MSCI (Morgan Stanley Capital International). Indeks ini adalah rekomendasi saham yang diberikan oleh Morgan Stanley untuk kepentingan klien. Artinya kalau tertarik utnuk investasi di luar AS, mereka akan mengacu ke MSCI untuk melihat saham yang paling atraktif di negara lain.

Di Indonesia, sektor yang dominan di MSCI adalah sektor keuangan mencapai 54%, terbesar jika dibandingkan dengan sektor lain. Penting untuk diperhatikan karena transaksi yang dilakukan asing biasanya bernilai cukup besar karena semuanya adalah investor institusi. Sehingga ketika asing borong saham, ada potensi harganya akan naik. 

Adapun alasan lain mengapa saham perbankan menarik adalah karena sektor ini termasuk sektor defensif. Dengan kata lain perbankan termasuk perusahaan yang kinerjanya relatif stabil terlepas dari keadaan ekonomi global maupun nasional.


Jika kita mengacu pada data kinerja bank umum konvensional di atas, dapat disimpulkan:

  • Struktur permodalan masih cukup kuat

  • Likuiditas masih terjaga 

  • NIM masih positf 

  • Risiko kredit macet juga relatif kecil 


    Selengkapnya akan dibahas di poin berikutnya.

 

Kemudian bank juga merupakan salah satu leading indicator penurunan dan pertumbuhan ekonomi dari suatu negara. Ketika ekonomi melambat, mungkin sektor banking ikut melambat, tapi kalau bertumbuh sektor banking akan mengikuti. Sehingga akan mengikuti prospek ekonomi suatu negara yang mana diekspektasikan selalu bertumbuh.

Baca juga: Belajar Membaca Laporan Keuangan Perbankan

Kinerja Industri Perbankan

Prospek Saat Suku Bunga Naik

Ketika suku bunga BI naik biasanya akan memicu suku bunga simpanan dan kredit. Dengan asumsi LDR bank masih cukup baik maka cost of fund masih dipertahankan murah. Ke depannya dengan suku bunga kredit naik, maka bank masih akan diuntungkan. Ini alasannya mengapa perbankan termasuk defensif di kondisi seperti ini.

Suku Bunga Deposito dan Kredit

Perlu diketahui, sebagian besar asing net buy di saham bank big caps. Soalnya, asing suka dengan struktur operasional banking di Indonesia karena gap antara bunga deposito dan bunga kredit sangat besar. 

Data terakhir menunjukkan masing-masing sebesar 3,20% dan 10,26%. Dengan likuiditas yang cukup, perbankan masih bisa memanfaatkan lagged effect untuk tidak buru-buru menaikkan suku bunganya. Jadi masih bisa menjaga minat kredit walaupun tren suku bunga acuan BI naik.

Loan Growth

Loan growth adalah tingkat pertumbuhan pinjaman. Loan growth industri perbankan per September 2022 naik 11% secara tahunan, sudah tumbuh lebih tinggi dari sebelum pandemi. Artinya, kondisi penyaluran kredit bank sudah pulih dari efek pandemi Covid-19. Kredit bank menjadi penting karena merupakan akseleran bagi sektor lain sehingga ekonomi nasional bisa tetap tumbuh positif. 

Baca juga: Sektor Banking 101: Pemahaman dan Cara Analisisnya

Bank Konvensional vs Bank Digital

Kinerja Bank Konvensional

  • Profitabilitas 9M22


Net Interest Income (NII) bertumbuh positif dan Net Profit After Tax (NPAT) rata-rata bertumbuh dua digit karena NIM positif. Secara keseluruhan profitabilitas bank konvensional masih cukup solid. Kecuali BBRI yang masih menanti laporan kinerja kuartal 3.

  • Loan Growth

Loan growth harus dicermati karena indikator ini paling banyak berkontribusi ke pendapatan perbankan. Rata-rata industri sebesar 11% secara tahunan di September 2022. BBCA, BMRI, dan NISP berada di atas rata-rata industri masing-masing 12,10%, 14,28%, dan 12%.

  • Net Interest Margin (NIM)


Rata-rata industri sebesar 4,4%, tapi jika dilihat per emiten, banyak yang posisinya di atas 4% sehingga cukup bagus dan tinggi. NIM yang bisa dipertahankan positif artinya keuntungan perbankan ada potensi untuk menguat.

  • Struktur Deposit 9M22

Current Account Saving Account (CASA) adalah rasio untuk melihat seberapa besar biaya dana murah yang dikeluarkan bank. Semakin besar, semakin bagus karena artinya perusahan akan lebih efisien menjalani operasional. Bank big caps berada di atas 60%, relatif masih cukup bagus.

  • Likuiditas 9M22


Loan to Deposit Ratio (LDR) yang bagus berada di level moderat maksimal 94%. Namun, LDR rendah bukan berarti jelek, justru bisa jadi peluang. Meskipun suku bunga naik, tapi dengan LDR rendah atau bisa dibilang over liquid ini menjadi satu peluang bahwa bank bisa memaksimalkan atau memutar likuiditas untuk disalurkan menjadi kredit. BBCA yang paling over liquid sebesar 61%.

  • Kualitas Aset 9M22


Suatu bank yang menyalurkan kredit pasti ada risiko kredit macet (Non Performing Loan/NPL). Rata-rata industri sebesar 2,9%. Menariknya, NPL gross bank konvensional empat big caps berhasil ditekan di bawah 2,9%. BBNI dan BBRI di atas rata-rata industri karena penyaluran kredit banyak ditujukan untuk corporate.

  • Stuktur Modal 9M22

Rata-rata struktur modal yang baik menurut regulasi sekitar 8%. Sedangkan rata-rata industri 24%. Mengacu pada data di atas, struktur modal bank konvensional cukup bagus karena berada di atas 8%.

Baca juga: Ini Rasio yang Buktikan Profitabilitas Saham Bank Masih Tinggi

Kinerja Bank Digital

Sebagai informasi, usia bank digital masih relatif muda. Trennya baru muncul di tahun 2021. Contoh seperti Neo Bank (BBYB) yang launching Maret 2021, Bank Jago (ARTO) April 2021, Raya (AGRO) Februari 2022, dan Allo Bank (BBHI) Mei 2022. Sehingga secara fundamental perusahaannya belum matang dan masih dalam masa pertumbuhan.

  • Profitabilitas


Bank digital masih perlu mengeluarkan banyak uang untuk menggenjot pertumbuhan. Sehingga beberapa di antatanya ada yang masih rugi. Sedangkan ARTO dan BBHI berhasil mencatatkan keuntungan.

  • Modal Inti

ARTO Rp7,54 triliun

BBYB Rp2,11 triliun

BBHI Rp6,2 triliun

AGRO Rp2,1 triliun

Itu berarti BBYB dan AGRO masih harus memenuhi persyaratan dari regulasi terkait modal inti minimal sebesar Rp3 triliun.

  • Bank Digital yang Paling Banyak Digunakan


Kenapa data ini penting? Karena bank digital menawarkan suatu aplikasi. Sehingga ada korelasi semakin banyak user semakin banyak orang yang nabung. Dengan begitu bank akan mendapatkan dana lebih banyak yang bisa disalurkan sebagai kredit.

  • Net Interest Margin (NIM)


NIM merupakan selisih antara laba bersih dengan pendapatan. ARTO dan BBYB mencatatkan NIM menarik, terlihat dari angka NIM yang double digit per September 2022. Dua bank ini menawarkan suku bunga deposito dan tabungan yang tinggi yang mungkin menjadi alasan mengapa banyak orang yang tertarik menjadi nasabah mereka.

  • Loan to Deposit Ratio (LDR) 9M22


Jika bank konvensional over liquid, bank digital sedikit berbeda karena rata-rata ada yang di atas 100%. Artinya, penyaluran kredit mereka yang lebih banyak dibandingkan deposit bisa jadi risiko bahwa NPL bisa naik. Namun, BBYB berada di bawah regulasi sebesar 70% dan AGRO 84%. Untuk LDR di atas 100% perlu diantisipasi kredit macet ke depannya.

  • Non Performing Loan (NPL) Gross 9M22

Meskipun LDR yang besar bisa menyebabkan risiko kredit macet, NPL harus tetap diperhatikan. Rata-rata NPL industri ada di sekitar 2,9%. ARTO dan BBHI yang punya LDR sampai ratusan persen masih bisa menjaga NPL di level 2,10% dan 1,76%. Apabila ada kenaikan setidaknya sampai dengan rata-rata industri, keduanya terbilang masih cukup bagus.

  • Loan Growth

Karena bank punya likudiitas, maka harus bisa diputar menjadi kredit supaya bisa jadi keuntungan. Loan growth bank digital ekspansifnya tinggi bahkan lebih tinggi daripada rata-rata industri 11%. Masing-masing loan growth ARTO, BBYB, dan BBHI sebesar 119%, 132%, dan 226%. 

Ketiga bank mengejar growth agar loan bisa lebih tinggi dibandingkan suku bunga deposito maupun tabungan yang ditawarkan. NIM ARTO, BBYB, dan BBHI pun tinggi karena loan-nya ekspansif. 

Dan perlu diketahui, rata-rata loan bank digital dilakukan melalui pihak ketiga karena sudah punya ekosistem sendiri. Misalnya ARTO ke Gojek, BBYB ke Akulaku, dan sebagainya. Itu alasannya mengapa dari segi bunga lebih tinggi daripada konvensional

  • Ekosistem

ARTO-> Gojek Tokopedia

BBYB-> Akulaku

BBHI-> CT Corp

AGRO-> BRI

Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa bank konvensional memiliki fundamental perusahaan yang sehat, profitabilitas solid, lown growth ekspansif. Namun, beberapa valuasi sudah mulai premium.

Sementara itu bank digital secara fundamental belum matang dan masih dalam masa pertumbuhan, serta peluang fee based income tinggi. Namun, bank digital risiko kredit macet bank digital cenderung naik.

Mau tahu saham perbankan yang menarik untuk investasi dan belajar dari study case saham perbankan? Kamu bisa nonton rekaman Cuantastik di link berikut ini.

Tonton: Cuantastik Oprek Saham Perbankan

Upgrade jadi VIP member untuk menikmati semua fitur Emtrade. Dengan menjadi VIP member, kamu bisa menikmati trading signal, referensi saham, konten edukasi, analisis, research report, tanya-jawab saham intensif, morning dan day briefing, dan seminar rutin setiap akhir pekan.

Klik di sini untuk upgrade menjadi VIP member Emtrade.

-RE-

emtrade.id/disclaimer

Setiap saham yang dibahas menjadi case study, edukasi, dan bukan sebagai perintah beli dan jual. Trading dan investasi saham mengandung risiko yang menjadi tanggung jawab pribadi. Emtrade tidak bertanggung jawab atas setiap risiko yang mungkin muncul.





Bagikan
whatsapp
Facebook
Twitter
linkedin
telegram
Artikel Lainnya
Video Populer
logo-emtrade

Aplikasi edukasi saham, bisa tanya jawab, dapat referensi saham, praktis, membuatmu bisa langsung praktek

Instagram
Youtube
Tiktok
Twitter
Facebook
Spotify
Telegram
Perusahaan
Download Aplikasi
appstoreplaystore

Terdaftar dan Diawasi

logo-ojkIzin Usaha Penasihat Investasi : S-34/D.04/2022
kominfoTanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik Nomor :002568.01/DJAI.PSE/04/2022

© 2024, PT Emtrade Teknologi Finansial

Syarat & KetentutanKebijakan Privasi