<h2 dir="ltr">China Terancam Tarif 104%</h2>
Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China kembali mencuat setelah Presiden Donald Trump mengumumkan tarif impor tambahan sebesar 34% untuk produk-produk asal China pada awal April 2025. China membalas dengan tarif serupa terhadap barang-barang dari AS.&nbsp;
Tak berhenti di situ, Trump kemudian mengancam akan menambah tarif sebesar 50% lagi jika China tidak segera mencabut tindakan balasannya. Jika semua rencana ini direalisasikan, maka total tarif yang dikenakan AS terhadap barang dari China bisa mencapai 104%&mdash;kombinasi dari 20% tarif sejak Februari, 34% tambahan awal April, dan 50% ancaman berikutnya.
Langkah Trump ini dinilai bukan sekadar kebijakan ekonomi, melainkan bagian dari upaya meningkatkan posisi tawar dalam geopolitik global. AS merupakan pasar ekspor terbesar bagi China, dengan nilai ekspor mencapai USD 525 miliar pada tahun 2024 atau sekitar 14,7% dari total ekspor China. Gangguan terhadap ekspor ini dapat berdampak signifikan pada ekonomi China yang masih sangat bergantung pada perdagangan internasional.
Baca juga: <a href="https://emtrade.id/blog/14232/perang-tarif-donald-trump-kita-sebaiknya-gimana">Perang Tarif Donald Trump, Kita Sebaiknya Gimana?</a>
<h2 dir="ltr">China Siapkan Balasan Lainnya</h2>
China tidak tinggal diam. Kementerian Perdagangan China menegaskan bahwa mereka akan &ldquo;fight to the end&rdquo; jika AS tetap melanjutkan kebijakan agresif tersebut. Sejumlah langkah balasan juga sudah disiapkan:
<ul>
<li dir="ltr">
Melarang ekspor rare earth elements (penting untuk&nbsp; industri teknologi &amp; militer AS)
</li>
<li dir="ltr">
Larangan ekspor item militer-sipil ke 12 perusahaan AS
</li>
<li dir="ltr">
Memasukkan 11 perusahaan AS ke daftar hitam "unreliable entities"
</li>
</ul>
Selain itu, China juga melakukan depresiasi nilai tukar yuan untuk meningkatkan daya saing ekspor mereka di tengah ancaman perang dagang. Pada Selasa lalu, People&rsquo;s Bank of China menetapkan kurs tengah yuan pada 7,2 per dolar AS, nilai terlemah sejak September 2023.
<h2 dir="ltr">Posisi Indonesia di Tengah Dua Raksasa Dunia</h2>
Di tengah memanasnya hubungan dua ekonomi terbesar dunia, posisi Indonesia menjadi semakin krusial. AS dan China adalah dua mitra dagang utama Indonesia. Ketegangan antara keduanya tentu bisa membawa implikasi serius bagi perekonomian nasional.&nbsp;
Jika ekonomi China melemah karena tekanan tarif, permintaan terhadap produk ekspor Indonesia seperti komoditas bisa menurun, dan harga komoditas global bisa ikut terkoreksi.
Namun, di balik ancaman tersebut, terbuka juga peluang strategis. China kemungkinan akan kembali menggunakan strategi rerouting seperti saat perang dagang sebelumnya&mdash;mengalihkan ekspor ke negara lain yang tarifnya lebih rendah untuk masuk ke pasar AS. Indonesia bisa menjadi jalur alternatif baru setelah Vietnam, yang saat ini dikenakan tarif lebih tinggi oleh AS (46%).
Jika Indonesia dapat memanfaatkan momen ini dengan tepat, dampaknya bisa positif bagi sektor manufaktur dan ekspor nasional. Perusahaan China bisa memilih Indonesia sebagai lokasi relokasi pabrik atau pusat distribusi.&nbsp;
Pemerintah bahkan telah mengidentifikasi sektor potensial seperti footwear dan apparel yang bisa menjadi alternatif pasokan ke AS, menggantikan negara-negara pesaing seperti Bangladesh, Vietnam, dan Kamboja yang kini tarifnya lebih tinggi.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa peluang ini nyata, dan Indonesia siap untuk menyesuaikan kebijakan industri dan perdagangan untuk menangkap momentum tersebut.
<h2 dir="ltr">Strategi Indonesia: Diplomasi, Bukan Konfrontasi</h2>
Berbeda dengan beberapa negara lain (China, Uni Eropa, dan Brasil), Indonesia memilih untuk tidak membalas tarif AS dengan tindakan serupa. Indonesia justru menekankan pendekatan diplomasi sebagai langkah strategis. Pemerintah telah mengirim surat resmi kepada AS sebelum kebijakan tarif diberlakukan, serta menugaskan delegasi tingkat tinggi&mdash;terdiri dari Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menlu Sugiono, dan Menkeu Sri Mulyani&mdash;untuk bernegosiasi langsung di Washington.
Langkah diplomasi ini juga diperkuat melalui kerja sama dengan Malaysia selaku Ketua ASEAN dan rencana pembaruan perjanjian perdagangan bilateral (TIFA). Di sisi lain, Indonesia juga tengah mengevaluasi pembukaan pasar baru ke Eropa serta melakukan pelonggaran kebijakan impor untuk produk-produk AS sebagai bentuk goodwill.
Seperti diketahui, AS merasa dirugikan karena Indonesia mencatat surplus perdagangan terhadap mereka sebesar US$ 18 miliar. Sebagai solusi, pemerintah Indonesia akan meningkatkan impor dari AS, khususnya komoditas strategis seperti gandum, kapas, migas, dan peralatan militer, yang juga relevan untuk proyek nasional seperti pembangunan kilang minyak.
Baca juga: <a href="https://emtrade.id/blog/14236/tarif-trump-ancam-ekspor-ri-apa-dampaknya-untuk-saham-indonesia">Tarif Trump Ancam Ekspor RI: Apa Dampaknya untuk Saham Indonesia?</a>
Sebagai negara yang berada di tengah dua kekuatan ekonomi terbesar dunia, Indonesia memilih jalur diplomasi ketimbang konfrontasi dalam menyikapi memanasnya perang tarif antara Amerika Serikat dan China. Pendekatan ini bukan hanya mencerminkan sikap hati-hati, tapi juga strategi untuk menjaga keseimbangan hubungan dengan kedua mitra dagang utama tanpa mengorbankan kepentingan nasional.&nbsp;
Meskipun tensi global dapat menekan permintaan ekspor dan menggoyang harga komoditas, Indonesia justru melihat peluang dari krisis ini&mdash;mulai dari kemungkinan relokasi pabrik China hingga potensi peningkatan ekspor ke AS di sektor-sektor tertentu. Kuncinya ada pada kecepatan respons, kecermatan kebijakan, dan kesiapan infrastruktur dalam menangkap momentum.&nbsp;
Lalu, bagaimana strategi investasi saham yang efektif dan minim risiko di tengah kondisi ini? Yuk, daftar di Emvestart, webinar saham untuk pemula bersama pakar saham Ms Ellen May.
<a href="http://emvest.id/blog" style="background-color: #f1c40f;">Klik di sini untuk daftar dan informasi selengkapnya</a>
emtrade.id/disclaimer Setiap saham yang dibahas menjadi case study, edukasi, dan bukan sebagai perintah beli dan jual. Trading dan investasi saham mengandung risiko yang menjadi tanggung jawab pribadi. Emtrade tidak bertanggung jawab atas setiap risiko yang mungkin muncul.

sentimen market

sentimen

AS Ancam Tambahan Tarif 50% untuk China, Gimana Nasib Indonesia?

AS mengancam tarif tambahan 50% jika China tidak cabut tarif balasan untuk AS. Lalu, bagaimana nasib Indonesia yang banyak ekspor ke dua negara ini?

Investasi Saham BBRI Sekarang, Kenapa Harus Punya?

Yuk yang masih banyak pertanyaan soal BBRI, di video berikut Ms. Ellen May akan berbagi insight alasan kenapa saham BBRI masih menarik buat dibeli sekarang. 

Yuk yang masih banyak pertanyaan soal BBRI, di video berikut Ms. Ellen May akan berbagi insight alasan kenapa saham BBRI masih menarik buat dibeli sekarang. Klik dan tonton videonya sampai selesai ya!

Fee Sekuritas Beli Jual Saham, Mana yang Murah?

Mau mulai investasi saham? Sekuritas mana yang menawarkan fee murah? Temukan jawabannya di video ini!

Battle sekuritas saham di Indonesia, mana yang murah?

Cara Pilih Sekuritas Saham Terbaik

Fee Sekuritas Saham, Mana Paling Murah?

Siap terjun ke dunia saham? Sebelum serbu beli saham, kamu harus tau dulu dong gimana caranya pilih sekuritas yang oke punya. Perusahaan sekuritas itu kayak gatekeeper-mu ke pasar saham. Gimana cara pilihnya? Tonton di sini!

Scalping, Swing Trading, Super Trader: Mana yang Terbaik?

Strategi scapling, swing trading dan super trader, kapan sih timing yang pas buat pakai ketiganya dalam saham?

Cara Scalping Saham, Swing dan Super Trader yang Benar dan Kapan Waktu Terbaiknya?

﻿﻿Pilih scalping saham, swing trading atau super trader.&nbsp; Mau ganti strategi trading tapi nggak tau timing-nya? Bosen dengan pilihan saham yang itu-itu aja?Di video kali ini, Ms. Ellen May, Found...